Menyoal Rebutan Data antara Facebook dan Polisi


Menyoal Rebutan Data antara Facebook dan Polisi  Ilustrasi (CNN Indonesia/Harvey Darian)

Pengamat teknologi informatika sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengakui data yang tersimpan di server luar negeri akan mempersulit penegak hukum untuk meminta data.

Pasalnya masing-masing negara mempunyai aturan dan yuridiksinya masing-masing. Oleh karena itu, menurut Heru baiknya data memang disimpan di dalam negeri. Data ini termasuk data yang berasal, diproses, dan dipertukarkan dari, oleh, dan ke Indonesia.

"Ini yang menjadi faktor kenapa dulu kita berpikir memasukkan soal kewajiban penempatan data center (pusat data) di Indonesia. Ya, sayangnya aturan itu kemudian diubah," kata Heru saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (1/11).


Hal ini diungkap Heru terkait dengan keluhan Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri yang kesulitan mendapat data pengguna yang membuat konten negatif.

Polisi mengeluh platform-platform media sosial seperti Facebook hingga Twitter kurang kooperatif dalam penindakan konten negatif seperti ujaran kebencian, hoaks, hingga pencemaran nama baik. Menurut polisi, Facebook enggan memberikan data pengguna karena lokasi data center tidak berada di Indonesia sehingga terjadi perbedaan pendekatan hukum.

"Mereka bilang 'kalau di negara kami itu adalah kebebasan berpendapat'. Tidak ada pelanggaran hukum, jadi pendekatan yang berbeda. Kita pendekatan UU ITE, sedangkan pendekatan mereka itu di UU mereka. Jadi tidak bisa dikasih ke badan hukum," jelas Kasubdit III Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes, Kurniadi beberapa waktu lalu.

Menyoal penempatan pusat data

Aturan penempatan pusat data yang dimaksud Heru di atas, terkait dengan PP Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Teransaksi Elektronik elektronik (PP PSTE). PP PSTE mengatur soal kewajiban penempatan pusat data di Indonesia. Namun, PP ini lantas di revisi menjadi PP No. 71 tahun 2019. Salah satu perihal yang direvisi dalam aturan ini terkait dengan penempatan pusat data.

Pada PP No. 82 penempatan pusat data wajib dilakukan di dalam negeri. Namun, pada PP No. 71 hal tersebut tidak diwajibkan. Hanya data dengan klasifikasi tertentu yang wajib di taruh di dalam negeri.

Ketentuan itu disebutkan pada Pasal 21 Ayat 1, seperti berikut:
"Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dapat melakukan pengelolaan, pemrosesan, dan/atau penyimpanan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia dan/atau di luar wilayah Indonesia."

Namun, aturan soal klasifikasi jenis data dan ketentuan penyimpanan bakal diatur dalam Peraturan Menteri. Hal ini seperti tertuang dalam pasal 20 ayat 6 dan 7 PP PSTE.

Dirjen Aptika Kemenkominfo, Semuel Abrijani sempat menjelaskan klasifikasi data yang akan dilakukan pemerintah. Data akan dibagi menjadi tiga tipe, yakni data strategis, risiko tinggi, dan risiko rendah. Dari tiga itu, hanya data strategis yang wajib disimpan di Indonesia. Contohnya nomor induk kependudukan (NIK), kartu keluarga (KK), dan data dari badan intel. Sementara, dua klasifikasi lainnya bisa disimpan di luar negeri.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191101175413-185-444945/menyoal-rebutan-data-antara-facebook-dan-polisi
Share:

Recent Posts